Sepasang Kruk
Sudah 7 tahun berlalu sejak terjadinya bencana itu. Tapi kenangan yang menyertainya tak akan pernah hilang dari ingatan hingga kapanpun.
Terlebih setiap kali tatapan mata ini terarah pada benda ini. Sepasang kruk, yang menemaniku berjalan selama hampir 2 bulan.
Dan inilah kenangan itu....
Aku masih ingat saat itu, Sabtu, 29 Juli 2006. Pagi itu aku merasakan pagi yang aneh menurutku. Pagiku biasanya disambut oleh kicauan burung-burung, namun entah mengapa pagi itu aku merasakan pagi yang begitu sunyi. Tenang.....tanpa suara apa pun. Tanpa firasat apa pun hanya keheranan akan heningnya suasana, aku kemudian bersiap-bersiap pergi ke kantor. Kebetulan pagi itu aku harus berangkat lebih pagi, karena atasanku akan berangkat ke Jakarta, sehingga aku harus menggantikan beliau untuk mendampingi guru- guru yang sedang mempersiapkan ulangan umum kenaikan kelas. Pukul 5.30 aku mandi, dan setelah berpakaian aku pun mulai mengeringkan rambutku. Waktu itu kira-kira mendekati pukul 6 pagi. Saat itulah aku merasakan tempat dudukku bergoyang, makin lama makin kuat. Aku panik dan segera memanggil suamiku yang sedang ada di kamar mandi. Aku gedor-gedor pintu kamar mandi sekuat tenaga, sambil berusaha untuk terus berdiri karena lantai bergoyang. Suami keluar hanya memakai handuk yang melilit di pinggangnya, lalu bergegas menarikku keluar dari rumah. Kami menuju ke pintu samping. Ketika menuju ke halaman depan rumah, suamiku melihat pagar tembok samping rumah kami, yang kira-kira tingginya 2,5meter bergetar hebat dan akan roboh. Ia lalu menarikku merapat ke dinding bagian luar rumah kami, tepat ketika tembok itu runtuh. Runtuhan tembok itu sempat mengenai kepala dan badannya yang digunakan untuk melindungiku. Sebagian runtuhannya juga mengenai kepalaku dan juga kakiku, hingga aku mengalami patah tulang kaki.
Aku pun segera dilarikan ke RS Bethesda. Pengalaman di rumah sakit itu membuatku benar-benar panik, ketakutan, dan menghargai hidup. Di sana aku melihat korban-korban gempa dari yang datang masih hidup hingga akhirnya meninggal dunia, bahkan sebelum sempat ditangani oleh dokter.
Di RS Bethesda, aku tidak tertangani karena membeludaknya pasien yang sebagian kondisinya lebih parah. Aku yang kala itu "hanya" mengalami patah tulang dalam, yang tidak berdarah dianggap bukan korban yang harus segera ditolong. Yah, aku bisa memakluminya.Akhirnya oleh keluargaku aku dibawa ke RS Ortopedi di Solo. Di sanalah akhir aku bisa ditanggani. Salah satu tulang jari kakiku patah dan telapak kakiku bagian atas retak. Aku harus digips dan saat itulah aku bertemu dengan kakiku yang ketiga dan keempat ini. Sepasang kruk penopang.
Ya, benda inilah yang menopangku selama hampir 2 bulan, hingga aku dapat berjalan.
Benda ini selalu mengingatkan aku akan peristiwa gempa itu. Benda ini yang mengingatkan aku, betapa aku masih diberi kesempatan oleh Tuhan untuk menghargai hidup. Benda inilah yang mengingatkan aku untuk selalu bersyukur atas setiap peristiwa.
Aku selalu berdoa semoga peristiwa gempa yang pernah melumpuhkan kota Jogja itu tidak akan terulang lagi.
kenangan yang tak akan pernah terlupakan ya :')
BalasHapus