Dongeng : Ketika Matahari dan Bulan Saling Mencintai
Pada
jaman dahulu di Kerajaan Moonlight
hiduplah seorang putri bernama Putri Arana. Dia adalah anak tunggal dari
Raja Moon dan Ratu Wulan. Tidak seperti kebanyakan putri yang lemah lembut,
Putri Arana adalah seorang putri yang tomboy. Ia lebih menyukai kegiatan di
luar istana daripada di dalam istana. Ia lebih suka berkuda dan berkebun. Parasnya
memang tidak secantik kebanyakan putri, namun ia memiliki senyum yang bisa
membuat orang di sekelilingnya merasa bahagia. Di samping itu Putri Arana
memiliki kegemaran yang sedikit tidak biasa, ia sangat suka pergi ke pantai
pada waktu senja dan menulis puisi di sana. Biasanya ia pergi ke sana di temani
oleh pengasuhnya yang umurnya hanya beberapa tahun lebih tua dari dirinya,
namanya Wardhani.
Pada
suatu senja ketika Putri Arana dan Wardhani sedang berada di pantai, ada
seorang pemuda bersama seorang pengawalnya sedang berjalan-jalan. Putri Arana
yang sedang sibuk menulis sebuah puisi tidak mengetahui kehadiran pemuda itu,
hingga akhirnya ia mendengar ada suara yang tidak dikenalnya sedang
bercakap-cakap tak jauh dari tempat ia duduk.
“Kak Dhani, siapa mereka? Mengapa
mereka berada di pantai pribadiku ini?” tanya Putri Arana kepada Wardhani.
“Hamba tidak tahu Putri. Apakah
perlu hamba bertanya kepada mereka?” jawab Wardhani.
“Tidak perlu. Biarkan aku sendiri
saja yang bertanya. Tolong kau pegangkan bukuku ini”, kata Putri Arana.
Putri Arana lalu menghampiri kedua
pemuda itu.
“Siapa kalian? Mengapa kalian
berada di pantai milik pribadi Kerajaan Moonlight?” kata Putri Arana kepada
kedua pemuda itu.
Salah seorang dari kedua pemuda itu
ingin menjawabnya, namun yang lain menahannya, lalu berkata, “Maafkan kami.
Kami tidak tahu bahwa pantai ini adalah milik pribadi. Perkenalkan saya Adityakundala.
Kami dari Kerajaan Helios. Kami tertinggal dari rombongan kami tadi. Lalu kami
melihat ada pantai yang begitu indah. Kami begitu terpesona oleh keindahannya
tadi sehingga kami langsung mendatangi pantai ini. Kami sungguh tidak tahu
kalau pantai ini milik pribadi Kerajaan Moonlight. Sekali lagi maafkan kami.”
“Tidak apa. Kalian kami maafkan
karena tidak tahu. Oh, kalian dari Kerajaan Helios. Bukankah itu letaknya
sangat jauh dari sini. Bagaimana kalian bisa tertinggal?” kata Putri Arana. “Hari
sudah hampir malam. Di mana kalian akan bermalam? Di sekitar pantai ini tidak
ada penginapan.”
“Kami tertinggal dari rombongan
karena tertidur saat beristirahat dan rombongan meninggalkan kami, “ Pangeran Adityakundala
menjelaskan.
“Putri, apakah sebaiknya kita
menawari mereka untuk bermalam di istana?” tanya Wardhani kepada Putri Arana.
“Sst...Kak Dhan, jangan panggil aku
putri di depan mereka ya. Panggil saja Ara,” jawab Putri Arana. “Apakah kalian
bersedia bermalam di istana Kerajaan Moonlight?” Arana bertanya kepada Pangeran
Adityakundala.
“Panger........” kata pemuda yang
bersama dengan Pangeran Adityakundala. Namun belum selesai ia mengucapkan
kalimatnya, Pangeran Adityakundala langsung menjawab, “Kami menerima dengan
senang hati jika Kerajaan Moonlight mengijinkan kami untuk bermalam. Tapi maaf,
kami belum mengetahui siapa kalian.”
“Saya Arana, dan ini Wardhani.
Baiklah silakan kalian mengikuti kami.” Jawab Putri Arana.
Kedua pemuda itu pun akhirnya
mengikuti Putri Arana dan Wardhani yang membawa mereka menuju ke Kerajaan
Moonlight.
Keesokan
paginya, langit nampak mendung. Warna biru langit digantikan oleh warna kelabu.
Langit nampak tak berpenghuni, seakan matahari sedang sibuk bersembunyi.
Sementara di istana Kerajaan Moonlight, Pangeran Adityakundala dan pengawalnya
sedang berpamitan kepada Ratu Wulan dan Putri Arana. Mereka hendak kembali ke
Kerajaan Helios. Raja Moon tidak kelihatan pagi itu, karena ia harus menghadap
Paduka Semesta, Sang Penguasa Jagad Raya untuk suatu urusan yang sangat
penting.
Pangeran
Adityakundala dan pengawalnya pun meninggalkan istana Kerajaan Moonlight untuk
kembali ke istana Kerajaan Helios. Selama perjalanan kembali, langit tampak
kelabu. Pangeran Adityakundala memandang ke atas, dalam hatinya ia meminta maaf
karena telah membuat langit menjadi kelabu tanpa kehadirannya. Namun di sudut
hatinya yang paling dalam, ada rasa bahagia yang tak bisa ia sembunyikan.
Seseorang yang telah ia tinggalkan di belakangnya tadi, sudah mencuri sebagian
hatinya. Ia merasa sesuatu yang lain muncul dari dalam hatinya sejak ia melihat
Putri Arana. Sepertinya, Pangeran Adityakundala sudah jatuh hati pada Putri
Arana.
Sementara
itu, sejak pertemuannya dengan Pangeran Adityakundala, nampak ada yang berubah
dari Putri Arana. Ia nampak lebih hidup dan ceria. Ia semakin sering pergi ke
pantai. Menunggu saat matahari tenggelam dan menikmati langit jingga yang
diciptakan. Putri Arana nampak seperti orang yang sedang jatuh cinta. Dan
perubahan itu terlihat dari keadaan langit malam yang kini tampak lebih
bersinar, karena rembulan selalu bersinar dengan cerahnya. Putri Arana pun
semakin rajin bangun pagi, dan kemudian memandang ke langit pagi lewat jendela
kamarnya yang menghadap ke timur. Dan ketika ia merasakan ada sinar yang
menyentuh kulitnya, ia tahu bahwa sang mentari sudah menyapanya.
Pangeran
Adityakundala dan Putri Arana semakin sering bertemu di waktu senja. Takala
langit mulai menjingga tanda Pangeran Adityakundala akan kembali ke peraduannya
dan Putri Arana yang mulai akan menghiasi langit malam. Mereka sering pergi ke
pantai berdua, menikmati saat langit yang jingga berubah warna menjadi hitam.
Dan itu tanda bahwa mereka harus berpisah.
Pertemuan mereka memang tak pernah
lama, hanya dalam waktu yang begitu singkat. Namun itu sudah cukup bagi mereka
berdua untuk saling menyatakan rasa cinta yang ada di hati mereka.
Kisah cinta
mereka berjalan mulus, hingga pada suatu saat hal itu diketahui oleh Paduka Semesta,
Sang Penguasa Jagad Raya. Mereka bersama kedua orangtua mereka dipanggil
menghadap Semesta.
“Ceritakan padaku, Raja Helios dan
Raja Moon? Apa yang terjadi pada kedua anak kalian ini!” Paduka Semesta berkata
dengan penuh amarah. “Benarkah mereka saling mencintai?”
“Ampuni hamba, Paduka Semesta,
namun hal ini tidak ada sangkut pautnya dengan kedua orang tua hamba. Mereka
tidak bersalah,” Pangeran Adityakundala berusaha menjelaskan.
“Diam kau, Anak Muda! Kamu tidak
punya hak berbicara di depanku!” hardik Semesta.
“Ampuni kelancangan anak hamba,
Paduka Semesta,” kata Raja Helios. “Hamba akan menjelaskan semuanya.”
Raja Helios kemudian menjelaskan
bahwa benar putranya, Pangeran Adityakundala dan Putri Arana memang sedang
menjalin hubungan asmara. Raja Helios juga meminta maaf kepada Paduka Semesta,
bahwa ia dan Raja Moon sudah berusaha memisahkan mereka, namun cinta di antara
mereka terlalu kuat.
Paduka Semesta mendengarkan
penjelasan Raja Helios, kemudian ia berkata, “Helios, Moon, kalian tahu pada
Kerajaan Helios dan Kerajaan Moonlight tidak bisa menjadi satu keluarga.
Anak-anak kalian tidak boleh menjalin percintaan. Bukankah itu sudah tertulis
dalam Kitab Alam? Kerajaan kalian berdua bekerja di waktu yang berbeda. Tidak
mungkin mereka bisa hidup bersama. Dunia akan menjadi kacau jika Arana dan Adityakundala
hidup bersama. Kalian tahu itu.”
Pangeran Adityakundala dan Putri
Arana saling memandang. Tampak ada kesedihan dalam tatapan mata mereka. Yah,
sedari dulu telah tertulis dalam Kitab Alam, bahwa anggota Kerajaan Helios,
Sang Penguasa Siang tidak akan mungkin bisa hidup bersama dengan anggota Kerajaan
Moonlight, Sang Penguasa Malam. Mereka menyadari itu. Namun tak satu pun
makhluk hidup yang bisa menolak kehadiran cinta di hati mereka. Sama seperti
Putri Arana dan Pangeran Adityakundala.
“Adityakundala , Arana, dengarkan
aku, “ kata Paduka Semesta. “Kalian hidup dan bekerja di waktu yang berbeda, mana
mungkin kalian bisa hidup bersama. Semua sudah diatur dalam Kitab Alam. Sebagai
penghuni Jagad Raya, kalian harus mematuhinya. Dan demi, keseimbangan Jagad Raya,
kuperintahkan, lepaskan rasa cinta yang ada di dalam hati kalian. Atau jagad
ini akan hancur karena perbuatan kalian. Mulai dari sekarang kalian berdua tak
bisa lagi saling berdekatan. Itu hukuman untuk kalian.”
Pangeran Adityakundala dan Putri
Arana hanya bisa menundukkan kepala. Sulit bagi mereka untuk menghilangkan rasa
cinta yang sudah begitu mengakar di hati mereka masing-masing. Namun mereka
tidak punya pilihan lain, demi kelangsungan hidup Jagad Raya, mereka harus
merelakan keinginan mereka untuk dapat hidup bersama.
Pertemuan kedua keluarga dengan
Paduka Semesta berakhir, dengan perintah yang jelas dari Paduka Semesta, Sang
Penguasa Jagad Raya. Tak ada satu pun yang bisa membantah perintah itu.
Sebelum
kembali ke Kerajaan Helios, Pangeran Adityakundala memohon ijin kepada Raja
Helios dan Raja Moon untuk berbicara dengan Putri Arana secara pribadi. Raja
Helios dan Raja Moon yang mengerti perasaan putra-putrinya itu memberikan
ijinnya.
Pangeran Adityakundala menggandeng
tangan Putri Arana menjauh dari keluarga mereka, lalu ia berkata, “Ara, kita
memang tidak bisa hidup bersama sebagai keluarga, karena itu melanggar Kitab
Alam. Tapi aku tetap tidak akan berhenti mencintai kamu, Ara. Kita masih bisa
bertemu setiap senja, sebelum aku kembali ke istanaku. Aku akan selalu
menunggumu di langit. Setelah ini kita mungkin tidak bisa berdekatan, tetapi
kita masih bisa saling memandang dan menyapa.”
Putri Arana memandang Pangeran
Adityakundala dengan air mata yang berlinang di pipinya, ia menganggukkan
kepalanya. Dengan suaranya yang lirih ia berkata, “Aku akan menunggumu setiap
senja, Ditya. Aku akan terus menunggumu dan aku tak akan pernah berhenti mencintaimu.”
Untuk terakhir kalinya di saat
mereka masih bisa saling berdekatan, Pangeran Adityakundala memeluk tubuh Putri
Arana dan mencium keningnya dengan lembut. Mereka berpelukan beberapa saat
lamanya, hingga akhirnya mereka harus saling berpisah. Masing-masing membawa
rasa cinta yang sama besarnya di dalam hatinya.
Sejak
saat itu, mereka tak pernah lagi bisa berdekatan. Di kala senja, di waktu yang
mereka janjikan, mereka bertemu di langit, di saat langit berwarna jingga.
Pangeran Adityakundala memandang Putri Arana dengan sinarnya yang memerah, dan
Putri Arana dengan sinarnyanya yang samar-samar terlihat. Mereka hanya saling
memandang. Saling tersenyum dengan penuh rasa cinta. Mereka sudah tak bisa lagi
saling menyentuh. Dan ketika langit mulai menghitam, Putri Arana mulai menangis,
karena itu tanda bahwa Pangeran Adityakundala sudah kembali ke istananya. Putri Arana
bersinar sendiri di langit yang kelam. Dan di dalam sinarnya itu ia menyimpan
rasa cintanya yang mendalam kepada Pangeran Adityakundala . Rasa cinta yang
akan tinggal untuk selamanya dalam hatinya, walau mereka tak mungkin bisa
bersama.
Putri
Arana adalah Bulan.
Pangeran
Adityakundala adalah Matahari.
Mereka
memang berada di langit.
Tapi
mereka tak pernah bisa bersama.
Jika suatu saat kalian melihat ke
langit siang dan matahari tidak ada di sana, atau pada malam dan bulan tak hadir
di sana, mungkin saat itu mereka sedang bersama dan memadu kasih di dalam
gelap.
Kalasan, 2 Desember 2015
My #2 gift to My December
Komentar
Posting Komentar