(#29HariTentangCinta) : #13. Dari Aditya Untuk Arana - Gerhana dan Pertemuan Kita
![]() |
Sumber gambar : www.google.com |
Aku
gelisah, hari ini kita adalah hari yang sangat bersejarah bagi kita, Arana.
Hari ini kita akan bertemu setelah sekian lama jarak memisahkan kita. Pertemuan
kita hari ini disaksikan juga oleh banyak orang di negeri ini. Aku gelisah,
Arana. Gelisah karena aku sudah menantikan saat ini, saat di mana kita bisa
saling memandang dengan bebas dalam waktu lebih lama dari biasa. Dan aku pun
yakin, kegelisahan yang kurasakan ini juga kamu rasakan.
Waktu pertemuan kita sudah semakin
dekat, dan aku menantimu di titik itu. Tepat di mana kita bisa saling bertukar
cerita. Detik waktu yang berdetak semakin membuat jantungku berdegub kencang,
Arana. Apakah kamu juga merasakan hal yang sama?
Ah, itu....aku mulai melihat hadirmu.
Aku mulai melihatmu bergerak mendekati titik itu. Aku pun bergerak perlahan,
Arana. Menuju titik pertemuan kita. Titik temu rindu kita yang selama ini kita
pendam karena Semesta tak pernah mengijinkan kita bersama. Kita hanya
diperbolehkan saling memandang dari kejauhan dalam waktu yang begitu singkat
kala senja dan ketika fajar mulai merekah. Namun kali ini, Semesta memberi
waktu kepada kita untuk saling berdialog tanpa penghalang.
Aku kembali melihatmu, Arana. Kamu
tepat di depanku. Menghalangi cahayaku menerangi Bumi. Kamu tersenyum padaku.
Senyummu masih semanis dulu, ketika Semesta memisahkan kita. Dan aku bisa
melihat pancaran bahagia dari matamu.
“Hai, Ana,” aku menyapamu.
“Hai, Aditya. Akhirnya kita bertemu,”
jawabmu sambil tersenyum.
Ah, Arana, andaikan saja aku bisa
memeluk tubuhmu walau hanya sekejap, pasti kebahagiaanku akan semakin besar.
Namun, aku tetap bersyukur karena aku bisa memandang wajahmu lagi, tanpa
penghalang apapun.
“Aku rindu kamu, Ana,” kataku lagi.
“Akupun merindukan kamu, Adit. Sangat
rindu,” jawabmu lagi, masih dengan senyum yang sama.
“Kamu baik-baik saja, kan, Ana?”
“Iya, Dit. Kamu juga baik-baik saja,
kan?”
Aku menganggukkan kepalaku.
Dengan kerinduan yang begitu besar
dalam diri, kita berbincang. Hangat dan intim. Ah, Arana, aku ingin waktu
berhenti saat itu juga, agar aku bisa lebih lama bersamamu. Namun, aku tahu itu
tak mungkin terjadi. Yang bisa kulakukan adalah menikmati saat ini, saat aku
bisa bersamamu.
Hari ini, kamu menghalangi sinarku
yang terpancar ke Bumi, namun aku tak pernah menyesalinya, karena kali ini
kamulah yang merasakan kehangatan sinarku. Kehangatan cintaku. Kamu, Arana.
Kamu yang selalu aku cintai. Dan aku yakin, Bumi pun rela kehilangan sinarku
selama beberapa menit, karena ia tahu bahwa hari ini adalah hari pertemuan
kita. Karena ia tahu, bahwa kita saling mencintai.
Lalu, kamu bergerak dan akupun begitu,
kita saling menjauh. Sempat kulihat pancaran kesedihan di matamu karena harus
berpisah. Kalau saja kamu tahu, aku bahkan sempat menitikan air mataku, Arana. Sama
sepertimu, aku pun tak ingin beranjak meninggalkanmu. Namun, kita sama-sama
tahu bahwa ini adalah takdir kita. Perpisahan dan pertemuan adalah buah-buah
kehidupan yang akan selalu terjadi dalam kisah kita. Tapi percayalah padaku,
Arana, karena aku akan selalu mencintaimu, walau Semesta tak akan pernah
mengijinkan kita bersama. Kita memang berpisah saat ini, Arana. Tapi jangan
sedih, karena kita masih bisa bertemu setiap senja dan fajar. Walau pertemuan kita
nanti tidak seintim dan selama hari ini, namun tetaplah berbahagia karena kita
masih bisa saling memandang dari kejauhan.
Tetaplah
setia menanti pertemuan kita, Arana. Karena di sanalah kita bisa saling membagi
rasa yang kita miliki.
Kalasan,
09 Maret 2016
(Terinspirasi
oleh gerhana matahari total yang terjadi hari ini)
"Aditya adalah Pangeran Matahari.
Arana adalah Putri Rembulan.
Mereka memang ada di langit, tapi tak pernah datang bersama.
Mereka saling mencintai tapi tak pernah bisa bersama."
Komentar
Posting Komentar