Sebuah Perenungan
Sebuah Perenungan : Salib yang terabaikan....
Ada pemandangan yang menarik sepulang dari mengikuti ibadah Jumat Agung, hari Jumat, 2 April 2010 kemarin.
Dua buah kayu yang disilangkan membentuk salib...teronggok negitu saja di depan sebuah gereja di lingkungan dekat rumahku.
Yang mungkin sebelumnya "salib " itu adalah properti yang digunakan untuk acara prosesi atau drama dalam ibadah Jumat Agung, yang dielu-elukan atau di panggul dengan penuh penghayatan untuk ilustrasi dalam ibadah. Tapi setelah selesai ibadah........."salib" itu dibiarkan teronggoh begitu saja, seakan tak ada maknanya. < Yah memang sebagai sepasang kayu yang besilangan, ia tak bermakna apapun>.
Namun, hal itu membuat aku merenung. Bukankah terkadang sikap kita terhadap Salib yang sesungguhnya pun seperti itu??? Saat ada hari raya atau pada saat ibadah kita begitu mengagungkan Salib (Kristus), namun pada kehidupan sehari-hari, kita tidak berprilaku sebagaimana seharusnya orang yang beriman kepada Kristus. Mungkin kita menangis saat melihat film "The Passion of The Christ", haru melihat perjalanan Kristus menuju Golgota yang penuh dengan deraan. Tapi setelah itu...... apakah kita kan tetap ingat dan merasakan penderitaan Kristus yang rela mengorbankan dirinya demi menebus dosa kita?? Seringkali jawabannya adalah "tidak" bukan?? Kita hidup seperti orang-orang yang tidak mengenal Kristus.
Aku tidak bermaksud menggurui atau menghakimi. Karena aku pun terkadang berlaku seperti itu. Tetapi "pemandangan" yang aku temui itu, benar-benar menggugah hatiku. Menyadarkan aku bahwa seringkali orang-orang Kristen (termasuk aku) mengabaikan arti "Salib Kristus" yang sesungguhnya. Melupakan betapa besar kasih Kristus pada kita sehingga rela mati di kayu salib untuk menebus dosa-dosa kita.
Dengan berbuat dosa lagi, secara tidak sadar kita kembali menyalibkan Kristus. Dan kita dengan "tega" melakukan hal itu berulang kali.
Aku bersyukur pada Tuhan, melalui "pemandangan" yang aku temui itu, menyadarkan aku, akan makna kematian Kristus bagiku secara pribadi. Aku benar-benar diingatkan secara pribadi. Dan membuatku terus berusaha untuk menjadi manusia yang layak di hadapan Tuhan.
Amin.
Dua buah kayu yang disilangkan membentuk salib...teronggok negitu saja di depan sebuah gereja di lingkungan dekat rumahku.
Yang mungkin sebelumnya "salib " itu adalah properti yang digunakan untuk acara prosesi atau drama dalam ibadah Jumat Agung, yang dielu-elukan atau di panggul dengan penuh penghayatan untuk ilustrasi dalam ibadah. Tapi setelah selesai ibadah........."salib" itu dibiarkan teronggoh begitu saja, seakan tak ada maknanya. < Yah memang sebagai sepasang kayu yang besilangan, ia tak bermakna apapun>.
Namun, hal itu membuat aku merenung. Bukankah terkadang sikap kita terhadap Salib yang sesungguhnya pun seperti itu??? Saat ada hari raya atau pada saat ibadah kita begitu mengagungkan Salib (Kristus), namun pada kehidupan sehari-hari, kita tidak berprilaku sebagaimana seharusnya orang yang beriman kepada Kristus. Mungkin kita menangis saat melihat film "The Passion of The Christ", haru melihat perjalanan Kristus menuju Golgota yang penuh dengan deraan. Tapi setelah itu...... apakah kita kan tetap ingat dan merasakan penderitaan Kristus yang rela mengorbankan dirinya demi menebus dosa kita?? Seringkali jawabannya adalah "tidak" bukan?? Kita hidup seperti orang-orang yang tidak mengenal Kristus.
Aku tidak bermaksud menggurui atau menghakimi. Karena aku pun terkadang berlaku seperti itu. Tetapi "pemandangan" yang aku temui itu, benar-benar menggugah hatiku. Menyadarkan aku bahwa seringkali orang-orang Kristen (termasuk aku) mengabaikan arti "Salib Kristus" yang sesungguhnya. Melupakan betapa besar kasih Kristus pada kita sehingga rela mati di kayu salib untuk menebus dosa-dosa kita.
Dengan berbuat dosa lagi, secara tidak sadar kita kembali menyalibkan Kristus. Dan kita dengan "tega" melakukan hal itu berulang kali.
Aku bersyukur pada Tuhan, melalui "pemandangan" yang aku temui itu, menyadarkan aku, akan makna kematian Kristus bagiku secara pribadi. Aku benar-benar diingatkan secara pribadi. Dan membuatku terus berusaha untuk menjadi manusia yang layak di hadapan Tuhan.
Amin.
Komentar
Posting Komentar