Sebuah Kisah Putih Biru
Malam
ini sambil menunggu kantuk datang, seperti biasa aku bergabung dalam obrolan di
salah satu grup chat di mana para anggotanya adalah teman-teman masa SMP.
Sambil bergabung dalam obrolan, aku juga sedang menyelesaikan salah satu cerita
pendek yang kutulis untuk bahan blogku ditemani segelas susu pisang. Ketika
seorang teman mempertanyakan kenapa grup sepi tidak seperti biasanya di jam-jam
seperti ini biasanya grup ramai, aku memposting foto segelas susu dengan latar
belakang laptop berisi tulisanku. Dari situlah kemudian obrolan mengenai blogku
dimulai, tentunya dibarengi dengan topik-topik yang lain. Memang grup chat kami
ini tidak selalu membahas sesuatu yang sama dalam satu waktu obrolan, obrolan
kami sangat random. Kemudian salah seorang sahabat memintaku untuk menulis
tentang masa-masa SMP. Bersamaan dengan obrolan dalam grup chat, aku pun juga
sedang mengobrol dengan salah seorang sahabat secara privat di chat yang lain.
Sama seperti yang diminta oleh seorang sahabat di grup chat, teman ini pun
mengharapkan aku menulis sesuatu yang bukan fiksi, namun kisah yang nyata.
Karena itu untuk memenuhi permintaan sahabat-sahabat semasa sekolah itu, aku
akan memposting sebuah kisah nyata semasa SMP, sebuah kisah..........cinta.
-------------------------------------------------------------------------
Kembali
ke masa 23 tahun yang lalu. Masa peralihan dari sebutan anak-anak menjadi
remaja. Masa dari perubahan seragam putih merah, ke putih biru. Aku adalah
seorang gadis remaja yang baru mengenal dunia (#halah), seorang gadis dengan
perawakan kurus, tinggi, rambut pendek dan berkacamata merangkak memasuki dunia
remaja. Sesungguhnya aku mendaftar di SMP itu karena kakak perempuanku sudah lebih
dulu bersekolah di sana. Seandainya mau, sebenarnya dengan nilai yang kupunya
aku bisa saja diterima di salah satu SMP favorit yang lain. Namun aku sungguh
bersyukur karena pada akhirnya, kehidupan menggandeng tanganku, melewati
gerbang SMP tercinta, tempat yang mempertemukan aku
dengan kamu. Ya, kamu.
Masa
awal di SMP, sama seperti siswa-siswa yang lain, aku mulai belajar mengenal
lingkungan sekolahku, siapa saja teman-teman sekelasku, siapa guru-guru yang
mengajar, ekstra kurikuler apa yang ada,
dan juga di mana tempat jajan yang enak dan murah. Hehehehe.... namanya juga
anak-anak (eh, remaja) pasti kan selalu lapar (alibi). Aku ditempatkan di kelas
1F. Kamu juga. (jeng...jeng).
Hari-hariku
sebagai seorang siswa kelas 1 SMP, tidak banyak yang istimewa. Semua berjalan
sebagaimana anak sekolah pada umumnya. Eh, ngga umum juga sih, karena masa itu
aku berangkat dan pulang sekolah menaiki sebuah bus besar berwarna biru, bus
perusahaan tempat ayahku bekerja. Salah seorang teman sekelas, mengingatku
hingga sekarang karena aku menaiki bus besar itu. (Thanks, Dad, for remembering
me that way). Aku tergabung dalam ekstra kurikuler drumband, dan sesekali ikut
dalam paduan suara atau pun vokal grup, berinteraksi dengan teman-teman di
kelas, dan tentu saja mulai mengenal kamu. Kamu yang memakai seragam putih
biru, dengan tas selempang menyilang di tubuhmu. Kamu yang sering tertawa
dengan lebar ketika bercanda. Kamu. Ya, Kamu.
Naik
ke kelas 2. Kita tidak lagi sekelas. Aku kehilangan hari-hari di kelas
bersamamu. Tapi aku pun bertemu dengan teman-teman baru, di kelas yang baru.
Salah satu pengalaman yang masih kuingat hingga kini di masa SMP, adalah ketika
aku ikut seleksi Pelajar Teladan untuk mewakili SMPku. Melakukan test,
berpidato dalam Bahasa Inggris, dan beberapa hal yang lain. Sayangnya aku tidak
terpilih. Sedih? Pastinya. Tapi setidaknya aku mendapat pengalaman baru. *usap
air mata*
Kamu? Entah
aku tak tahu apa yang terjadi denganmu. Kita ngga sekelas, kan?
Naik ke kelas
3, kita kembali bersama dalam satu ruang kelas. Saat itulah aku mulai merasa
ada yang berbeda dari sikapmu. Aku tahu kamu menyukaiku. Jujur, sebenarnya aku
pun menyukaimu saat itu. Entah kamu tahu atau tidak. Kita jadi dekat karena
menyukai hal yang sama. Puisi. Kamu pernah menulis sebuah puisi untukku. Tatapan
matamu saat itu memang berbeda. Dan aku merasakan itu. Tapi kita hanya
menyimpan rasa itu dalam hati kita masing-masing. Karena yang terjadi pada
kenyataannya adalah aku menerima hati yang lain. Walau sesungguhnya, di sudut
hatiku ada ruang khusus untukmu.
Aku masih
ingat, ketika pada suatu waktu kamu sakit. Dan tidak masuk beberapa hari ke
sekolah. Aku merindukan kehadiranmu. Bersama seorang teman, aku pergi ke
rumahmu. Walau daam perjalanan ke rumahmu, aku dan temanku ini sempat ditilang
oleh Pak Polisi karena aku tidak memakai
helm. (Sebenarnya aku lupa sih, kejadian ini waktu SMP atau SMA, karena ketika
SMA pun kita kembali satu sekolah. Mohon konfirmasinya ya, wahai kamu, ketika
mungkin nanti kita bertemu, atau ketika mungkin kamu membaca tulisan ini). Dan
ketika sampai di rumahmu, melihatmu tertawa lebar aku sungguh bahagia. Rinduku
terobati. Aku masih ingat genggaman tanganmu saat kita bersalaman kala itu,
bahkan debarnya masih bisa kurasakan.
Wahai kamu,
yang selama 6 tahun selalu bersamaku di sekolah yang sama, 4 tahun di kelas
yang sama. Tulisan ini kisah tentang kamu. Kamu yang pernah menuliskan sebuah puisi
untukku. Satu hal yang mungkin tak kamu tahu adalah aku pernah menyukaimu,
pernah menyayangimu, pernah mencintaimu, tapi tak pernah kuungkapkan. Melalui
tulisanku ini, aku hanya ingin kamu tahu itu. (Udah telat tapi, ya? Kalo kata Cinta ,”Basi! Madingnya dah mau terbit!”.
Eaaa......)
Saat ini,
setelah 23 tahun atau setelah 20 tahun (kita satu SMA kan), aku menulis kisah
ini. Untuk kembali mengingatmu. Untuk kembali merasakan debaran yang telah lama
berlalu. Entah kapan kita bisa kembali bertemu, untuk bersama-sama mengenang
kisah remaja kita. Atau mungkin kamu mau mengutarakan cinta yang tidak sempat
kau ucapkan? Hahahahaha....... Atau
mungkin ketika kita kembali bertemu kita, kita sama-sama akan bercerita tentang
kisah hidup kita masing-masing, kisah yang membuat kita ada hingga kini.
Kalasan, 8 Oktober 2015
Ditulis dalam keadaan
sedikit ngantuk, namun wajah kamu yang dulu dengan senyum lebarmu ada dalam
anganku.
Komentar
Posting Komentar