(#29HariTentangCinta) : #11. Sebuah Nada di dalam Rinai Hujan

#11. Sebuah Nada di dalam Rinai Hujan


Siang itu aku berjalan sendiri. Hujan mulai turun. Derasnya berirama, bagaikan alunan lagu rindu yang seringkali kudengar saat aku sendiri. Rinainya bagaikan tirai indah yang diciptakan langit bagi bumi. Ia mengaburkan pandanganku. Namun aku masih merasakankan keindahannya.
Aku menutup sejenak mataku, kunikmati sentukan air pada wajahku. Kubiarkan ia membelai kulitku, seakan ia ingin menghapus kegundahan dalam hatiku.

Di sekitarku, orang-orang mulai membuka payung yang mereka bawa. Namun tidak denganku. Aku ingin merasakan tetes air yang turun dan membasahi kulit. Air mata yang perlahan jatuh ke pipi bertemu dengan titik air yang dikirimkan Tuhan padaku siang itu. Ya, air mata kerinduan ini selalu hadir saat hujan turun seperti saat ini.

Aku mengingatmu, Mengingat semua kenangan yang pernah kita lalui bersama. Kenangan yang tercipta dalam waktu yang begitu singkat, namun meninggalkan bekas yang entah sampai kapan ia akan menghilang.
Aku merindukanmu. Amat sangat merindukanmu. 
Di tengah udara dingin yang dibawa hujan siang ini, aku kembali merasakan hangat pelukmu yang pernah kau beri untukku. Entah kapan aku bisa merasakannya lagi. Aku tak tahu, dan aku tak mau tahu. 
Karena kamu kini hanyalah kenangan yang selalu hadir di saat hujan turun.

Langkahmu yang telah menjauh dariku, tak lagi kusesali. 
Demikian juga dengan pertemuan kita itu.
Aku selalu yakin, bahwa di setiap langkah dan kejadian yang diijinkan ada dalam hidupku, pasti ada maksud tertentu. 

Dan jika siang ini, di tengah hujan yang mulai menderas, aku teringat dan rindu padamu, kuanggap itu sebagai salah satu nada dalam hidupku, yang harus dimainkan agar lagu kehidupanku menjadi tidak sumbang.
Lagu kehidupanku mungkin tidak memiliki syair yang indah, mungkin juga tidak memiliki alunan nada yang megah. Tapi, aku selalu meyakini, bahwa lagu kehidupanku tidaklah sumbang. Walau mungkin sederhana, namun aku yakin akan tetap bisa dinikmati. Karena lagu kehidupanku adalah karya seni Sang Maha Pencipta, yang amat sangat mencintaiku. Ia tidak akan menciptakan sesuatu yang tak berharga, karena Ia adalah Sang Maestro.

Dan jika siang ini, aku berhenti sejenak di tengah alunan irama hujan hasil ciptaanNya, maka mungkin ini adalah waktuku untuk menikmati karya seniNya.

Dan kamu, yang selalu hadir saat hujan turun, semoga kamu pun memiliki lagu kehidupanmu sendiri yang indah. Kuharap kamu bisa menikmati, lagu kehidupan yang diciptakanNya untukmu.

Dan jika siang ini ada tetes air mata yang bercampur bersama tetes hujan kala aku mengingat dan mengenangmu, anggap saja bahwa itu adalah gambaran rasaku. Karena air mata ini bukanlah air mata kesedihan, namun air mata ungkapan syukurku, karena kita pernah bersama mencipta dan memainkan sebuah nada yang akan tertuang dalam partitur lagu kehidupan kita. 

Walau irama lagu kita tak sama, setidaknya kita pernah memiliki nada yang sama, yang pernah kita ciptakan saat kita bersama.

Aku mulai membuka payungku, perjalananku masih jauh ke depan. Aku ingin melanjutkan perjalananku. Kurasa cukup sudah aku merasakan hujan siang ini dan mengingatmu lagi.

Aku mulai berjalan kembali, dan hujan masih setia menemaniku. 







27. 02. 2016
Di sebuah siang berhujan.










Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dongeng : Rahasia Hati Yupitra

Sebuah Cerita : Tentang Sebuah Cinta

Dongeng : Ketika Matahari dan Bulan Saling Mencintai