Sebuah Cerita di Sore Berhujan
Hari
ini hujan turun membasahi kota Yogyakarta tercinta. Hujan yang pasti sudah
dirindukan oleh semua makhluk di bumi. Hujan yang dirindukan. Saya duduk
sendiri di ruang tengah rumah saya yang sederhana, namun nyaman (bahasa gaulnya
cozy.... J ).
Sendirian di tengah hujan bersama sepi yang sudah menjadi teman setia saya.
Tidak ada hal yang saya lakukan, semua buku sudah saya baca, ruang chat di
sosial media sepi, menonton televisi? Ah saya tidak terlalu suka menonton
televisi. Akhirnya yang saya lakukan adalah membaca postingan-postingan saya di
blog saya. Salah satu postingan bercerita tentang murid-murid saya. Entah mengapa
hati saya kemudian tergerak untuk bercerita tentang kegiatan saya ketika saya
masih mengajar. Entah karena rindu mengajar lagi atau karena saya rindu
murid-murid saya. Yang pasti saya hanya ingin bercerita.
Saya
pertama kali mengajar ketika saya masih duduk di bangku kuliah di
semester-semester akhir. Waktu itu saya menjadi guru les privat untuk mata
pelajaran Matematika, Fisika, dan Kimia untuk siswa SMP dan SMA. Walau ada
beberapa murid saya yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Awalnya saya hanya
ingin mengisi kegiatan saja di waktu-waktu kuliah yang memang sudah tidak padat
karena sudah menginjak di akhir masa kuliah. Alasan lain, tentunya karena ingin
mempunyai penghasilan sendiri untuk sekedar membeli buku atau novel saja. Saya
masih ingat murid pertama saya adalah sepasang kakak beradik kelas 2 dan 3 SD.
Namanya Oi (kelas 2) dan Fian (kelas 3). Mengajar siswa SD tidak semudah yang
dibayangkan,loh. Karena mereka masih terlalu suka bermain. Pernah suatu saat di
panasnya siang di kota Semarang, di jam-jam yang paling enak untuk tidur siang,
saya berangkat ke rumah mereka untuk memberi les. Dan apa yang saya temui, Oi
sedang menangis karena bertengkar dengan pengasuhnya. Akibatnya? Dia tidak mau
les. Okeelaaah..... Apakah saya marah? Ooh.....tidak, kesel? Iya. Ya
sudahlah......yang penting saya tetap dibayar. Oke..waktu itu orientasi
saya masih uang. Maaf. *pipi memerah*
Kemudian
jumlah murid saya semakin bertambah. Variasi kelasnya pun sudah mulai beragam.
Ada salah seorang murid les saya yang bernama Reza. Gadis kelas 2 SMP ini
sangat manis dan pintar. Tapi kalo menghitung ribetnya minta ampun.....
Kemudian saya mulai mengajarinya cara menghitung yang lebih simple. Terutama
jika itu hanya berupa oret-oretan (Bahasa Indonesia bakunya apa, ya?). Sayang
saya hanya mengajar dia selama satu semester saja, karena setelah itu dia
pindah keluar kota. Kemudian ada kakak beradik Yonita (kelas 2 SMP) dan Yovita
(kelas 1 SMP). Sang adik lebih pandai daripada cicinya, namun lebih galak. Ada
cerita yang tidak akan saya lupa tentang mereka. Sang adik, Yovita, sangat suka
membaca, karena saya juga suka membaca dan mempunyai koleksi buku-buku remaja
cukup banyak, maka saya setuju untuk meminjamkan mereka buku serial Lima
Sekawan. Suatu saat Yovita ini mendatangi saya sambil minta maaf, karena salah
satu buku serial Lima Sekawan yang saya pinjamkan dibakar oleh sang Papa.
Di-ba-kar?? Ya, Dibakar!!! Ups! Ternyata sang Papa tidak suka anaknya membaca
buku selain buku pelajaran. Hiks...hikss...koleksi Lima Sekawan saya terbitan
pertama, hangus, lenyap...tak bersisa. (T.T)
Sejak itu saya tidak mau meminjamkan buku saya, tapi saya tetap
mengijinkan mereka membaca buku saya, namun membacanya di rumah saya. Dan
akhirnya mereka rajin datang ke rumah untuk membaca buku. Saya senang, mereka
senang, buku aman. Hehehehe....
Kemudian
ada Tantri , saya mengajar dia dari kelas 3 SMP sampai ia lulus SMA. Sampai
sekarang kami masih berhubungan. Dia sudah menikah sekarang. Lalu ada Pradana, Angel,
Riri, dan beberapa anak lain. Bahkan ketika saya di Semarang, saya mempunyai
murid les yang bersekolah di Yogyakarta. Jadi setiap liburan sekolah, mamanya
akan mencari saya, untuk memberi anaknya les. Namun justru ketika pada akhirnya
mereka pindah ke Semarang, saya yang malah pindah ke Yogyakarta. Semesta
kadang-kadang memang lucu.
Lalu,
pada tahun 2003 saya pindah ke Yogyakarta. Setahun pertama di Yogyakarta, saya
hanya tinggal di rumah saja. Menjadi Ibu Rumah Tangga biasa. Kemudian pada
tahun 2004, saya bekerja di sebuah bimbingan belajar. Awalnya saya saya menjadi
semacam sekretaris saja, kemudian menjadi semacam asisten dari owner
(istilahnya koordinator guru), tugas saya selain membuat materi, juga membuat
jadwal mengajar dan memantau kegiatan belajar mengajar. Selain itu saya juga
bertugas menggantikan guru yang berhalangan hadir untuk mengajar murid-murid
mereka. Karena tugas-tugas itu saya diharapkan menguasai semua pelajaran SD
dari kelas 1 hingga kelas 6. Saya bahkan sampai hafal isi dari buku-buku
pelajaran SD dari penerbit tertentu yang sering dipakai, karena seringnya
membuat materi pelajaran. Dan karena bimbingan belajar di mana saya bekerja
kebanyakan muridnya berasal dari salah satu sekolah swasta terkenal (SD, SMP
maupun SMA) di Yogyakarta, maka saya sampai hafal gaya mengajar dan tipe soal
dari beberapa guru yang mengajar di sekolah itu. Dan tentunya itu sangat
memudahkan saya dan juga guru-guru yang mengajar di bimbingan belajar itu.
Kemudian saya juga pernah diberi kesempatan untuk mengajar murid-murid TK A dan TK B. Materinya adalah berhitung sederhana, menulis, dan membaca. Mengajar murid TK ini hal yang mudah-mudah sulit, tapi sangat menyenangkan bagi saya. Mereka pada umumnya masih suka bermain dan mudah bosan. Namun dengan menciptakan kelas yang menyenangkan akan membuat mereka senang belajar dan tentu saja kadang diselingi sedikit permainan dan bercerita. Murid-murid TK saya dulu sangat fanatik dengan saya, hahahaha... Ada yang orang tuanya datang kepada saya dan mengatakan bahwa anaknya tidak mau les jika bukan saya yang mengajar, Waduuhhh....hati saya bagai disiram air dingin yang sangat menyejukkan. Saya merasa dicintai oleh mereka. Dan saya tahu bahwa mengajar dengan cinta memang akan memberikan hasil yang baik, daripada sekedar mengajar karena harus mengajar,
Kemudian saya juga pernah diberi kesempatan untuk mengajar murid-murid TK A dan TK B. Materinya adalah berhitung sederhana, menulis, dan membaca. Mengajar murid TK ini hal yang mudah-mudah sulit, tapi sangat menyenangkan bagi saya. Mereka pada umumnya masih suka bermain dan mudah bosan. Namun dengan menciptakan kelas yang menyenangkan akan membuat mereka senang belajar dan tentu saja kadang diselingi sedikit permainan dan bercerita. Murid-murid TK saya dulu sangat fanatik dengan saya, hahahaha... Ada yang orang tuanya datang kepada saya dan mengatakan bahwa anaknya tidak mau les jika bukan saya yang mengajar, Waduuhhh....hati saya bagai disiram air dingin yang sangat menyejukkan. Saya merasa dicintai oleh mereka. Dan saya tahu bahwa mengajar dengan cinta memang akan memberikan hasil yang baik, daripada sekedar mengajar karena harus mengajar,
Tapi di luar kegiatan saya sebagai
salah satu tenaga pengajar dan juga karyawan di bimbel itu, saya sangat
menikmati hubungan saya dengan (mantan) murid-murid saya. Bagi saya yang hingga
saat ini belum dikaruniai anak, mereka bagaikan anak-anak saya sendiri. Ketika
mereka sakit, saya pun bisa merasakan sakitnya, ketika mereka sedih, saya ikut
merasa sedih, dan ketika mereka bahagia, saya bisa melonjak-lonjak kegirangan
dan tertawa bersama mereka. Bisa dibilang mereka adalah moodboster saya. Mereka yang membuat saya tetap bertahan di antara
beban dan tekanan pekerjaan yang terkadang luar biasa.
Adakalanya, saya memarahi mereka
ketika mereka sedang tidak patuh, adakalanya saya memeluk mereka jika mereka
membutuhkan bahu untuk bersandar. Ada satu momen yang saya tidak pernah lupa,
ketika pada suatu ketika saya masuk ke dalam kelas, dan salah seorang murid
berlari mendapati saya dan memeluk saya sambil berkata, “Aku sayang sama Bu Jo”. Rasanya saya seperti mendapat hadiah yang
tak ternilai harganya.
Kemudian hal lain yang masih terus
membekas dalam ingatan saya adalah ketika suatu ketika salah seorang murid
masuk ke ruangan saya sepulang ia dari sekolah, lalu memberikan salah satu
hasil ketrampilan (prakarya) nya kepada saya. Itu juga momen yang tak terlupa.
Banyak sekali hal-hal yang saya
pelajari dan saya dapatkan ketika saya masih berada di dunia itu. Saat ini saya sudah tidak bekerja lagi. Sesuatu membuat
saya harus keluar dari dunia itu. Dan
sekarang saya merindukan suasana itu lagi, suasana belajar mengajar. Rasanya
saya baru menyadari, mungkin memang di sanalah seharusnya tempat saya berkarya,
ya? Ah, walaupun mungkin tidak di tempat yang sama lagi, mungkin suatu saat
saya ingin menciptakan dunia itu lagi
dengan tangan saya sendiri. Mungkin itu adalah impian saya, selain merangkai
sebuah cerita seperti kali ini.
Hai, anak-anakku, di manapun kalian
berada saat ini, ingatlah bahwa seseorang yang dulu pernah menemani kalian
belajar dan memahami materi pelajaran sedang duduk di depan laptopnya saat ini,
dan merasakan rindu yang amat dalam untuk bertemu dengan kalian lagi. Sehat dan
sukses selalu, ya, anak-anakku...
Raihlah apa yang ingin kalian raih
dan jadilah generasi yang membanggakan dan menghormati orang lain.
Diselesaikan di Kalasan, 23
November 2015.
Komentar
Posting Komentar