Memorabilia Rasa
Sebuah daun melayang jatuh di pangkuanku. Angin siang ini bertiup dengan penuh semangat meluruhkan setiap daun kering yang sudah tak berdaya bertahan di ranting.
Aku masih menunggumu. Di tempat yang sama dulu kita berpisah tanpa ada janji untuk bertemu setelahnya.
Aku duduk dengan perasaan penuh harap bisa menikmati tatapan teduhmu itu.
Setahun sudah berlalu sejak hari indah yang kita habiskan dengan penuh rindu.
Entah siapa yang mencipta jeda, entah siapa yang mempersilahkan jarak untuk kembali berkuasa dengan jemawa. Kenyataannya kita membiarkan waktu melaju tanpa pernah memberi satu kesempatan pun bagi kita untuk berjumpa.
Apakah ini konspirasi semesta agar kita melupa rasa? Rasa yang memang tak pantas untuk dibiarkan bersemi di hati kita.
Hembusan angin kembali menerpa wajahku membawa debu-debu nakal yang ingin menari kegirangan dalam pusarannya.
Aku memejamkan mataku. Dan bayang itu hadir di pelupuk mataku, wajah yang dulu pernah begitu dekat di depan mata, sebelum bibirnya melumat bibirku dengan penuh cinta.
Aku menghela napasku, sesak di dada ini perlu dilegakan. Kubuka mataku perlahan, gumpalan gundah dalam hatiku mempersilahkan proses lakrimasi bekerja dengan sempurna di indra penglihatanku. Kini derasnya air mengalir dari kedua sudut mataku.
Kusapu mereka dengan ujung jemariku.
Aku tak ingin mengisi hari bahagiaku ini dengan tangis. Tapi sepertinya perasaanku sedang tak mau berkompromi dengan akal sehatku. Ia malah memaksaku untuk untuk lebih banyak mengeluarkan air mataku.
Aku terisak parah. Sendiri. Di sudut taman ini.
Tepat di hari usiaku bertambah, memorabilia rasa ini akan terus menjadi hadiah ulang tahun yang tak bisa kuhindari.
Kupandangi dedaunan kering yang terserak di dekat kakiku, mereka bagai serpihan kenangan yang tak akan bisa kembali bersemi.
Kalasan, 18 Desember 2016
#johanaocta
#8thGift
#GiftToMyDecember season 2
Komentar
Posting Komentar