Hal yang Lebih Berharga
Saya
pernah membaca tweet seorang selebtwit, saya lupa bagaimana persis
kata-katanya. Tapi kira-kira begini : Momen
yang berharga justru terkadang membuat kita lupa mengeksposnya ke sosial media.
Hal itu saya alami hari ini.
Hari ini
saya berjanji akan bertemu dengan salah seorang sahabat masa sekolah yang sudah
23 tahun tidak bertemu. Tentu saja momen itu pasti akan sangat berharga ya,
buat kami yang tidak pernah bertemu selepas masa sekolah usai. Sejatinya, hal
yang cukup fenomenal ini kami abadikan lewat sebuah foto selfie, yang mungkin
bahkan akan kami ambil dari berbagai angle yang berbeda.
Tapi apa yang terjadi?
Tak ada satu fotopun yang kami abadikan. Hahahahaha......
Sebagai bukibuk yang selalu eksis di sosial media, apakah saya menyesal?
Ternyata tidak.
Karena saya sangat menikmati pertemuan kami dan apa yang
kami obrolkan hari ini. Alih-alih menggunakan waktu untuk berfoto, kami lebih
suka menggunakan waktu yang ada untuk melepas rindu setelah 23 tahun tidak
bertemu. Ada begitu banyak cerita, tawa, kenangan, dan informasi yang kami
bagikan hari itu. Bahkan untuk sekedar menulis status “reuni with teman masa
sekolah”pun kami tak sempat. Waktu yang kami punyai untuk bersama terlalu berharga
untuk sekedar mengetik sebuah status. Yah, walau sesudah pertemuan itu usai,
status tetap terketik sih.... (abis gimana,ya.. :) )
Ternyata twit selebtwit itu, benar adanya. Ada hal-hal indah
dan berharga, yang bahkan akan kita lupa share ke sosial media in the mean time, karena justru kita
menikmati hal-hal yang ada, yang terjadi, dan bukan sekedar apa yang ada (kita tulis) di dunia maya.
Saat ini banyak dari kita yang justru lebih suka
menceritakan segala sesuatu di dunia maya. Mengeluh, mengomel, mengkritik, mengucap
syukur bahkan berdoa dilakukan di sosial
media. Hal itu tidak sepenuh salah, asalkan di dunia nyata pun kita
melakukannya. Misalnya, kita menulis sebait doa sebagai salah satu twit atau
status di sosial media, tapi apakah dalam kehidupan nyata kita juga berdoa
secara nyata, mengucapkan doa itu
dengan mulut kita dengan sepenuh hati kepada Sang Pemberi Hidup? Atau kita hanya menuliskannya agar kita terlihat soleh? Atau hanya sekedar ada status yang kita tulis?
Banyak orang yang terlihat akrab di dunia maya, namun setelah
bertemu hanya sama-sama terdiam, menunduk dan sibuk dengan gadget mereka
masing-masing. Amat disayangkan bukan? Teman yang diajak mengobrol selama ini
di dunia maya dengan sangat akrab ada di depan mata, namun justru didiamkan dan
kita sibuk menanggapi dunia maya.
Ya, saat ini memang jaman generasi menunduk (seperti dikatakan dalam film “Republik Twitter”),
generasi yang lebih menikmati dunia maya, daripada dunia nyata. Tapi hal itu
adalah pilihan kita sebenarnya. Apakah kita akan bergabung dalam generasi menunduk, dan menikmati dunia
maya, atau menjadi generasi yang selalu menikmati kehidupan nyata kita dan
bersyukur untuk itu.
Kalau saya, saya memilih pilihan yang kedua. Dan itu saya
jalani hari ini. Saya terlalu menikmati momen berharga yang saya alami sehingga
lupa untuk sekedar menulis status di
dunia maya (in the mean time).
Kalaupun ada sedikit penyesalan karena lupa mengabadikan
pertemuan kami hari ini lewat kamera, itu karena saya menjadi tidak punya capture pertemuan
ini, bukan karena saya tidak mendapat
bahan untuk eksis di dunia maya.
Tapi, saya yakin, di pertemuan yang mungkin akan terulang di
waktu yang akan datang, saya akan berusaha tidak lupa untuk mengabadikannya,
sekali bukan untuk eksis di dunia maya,
tetapi untuk jejak kehidupan saya sendiri. Menjadi capture yang akan mengingatkan saya bahwa saya pernah bertemu
dengannya lagi setelah sekian lama. Walau sebenarnya saya tidak akan pernah
melupakan momen ini, sih. Karena dalam hati dan ingatan saya, sebenarnya
pertemuan ini sudah tercapture dengan
sempurna dan tak terlupa.
Untuk seorang sahabat baik, sangat baik, yang tidak pernah
saya lupa, terima kasih untuk hari ini. Saya akan selalu mengingatnya.
Kalasan, September
2015
3 jam lebih 14 menit
sesudahnya
Komentar
Posting Komentar