Waktu Merajuk (1)

"Hei, bangun! Sudah siang!" Jam Beker berteriak nyaring pada Selimut yang masih nyaman memeluk tubuh Tuan Jenkins.

"Diam, Beker! Tak bisakah kau sejenak bungkam dan tak mengingatkan perihal waktu. Aku masih ingin memeluk tubuh kekasihku ini," tukas Selimut masih dengan posisi yang sama.

"Tapi lihatlah! Matahari sudah memanjat langit. Lekas lepaskan pelukanmu itu, Selimut! Biarkan Tuan Jenkins bangun!!" Jam beker masih saja berteriak dengan lantang.

"Ah, Diaaaaaam!"
Tiba-tiba lengan kekar Tuan Jenkins sudah bergerak sehingga Jam Beker terlempar jatuh ke lantai.

Seketika Jam Beker terdiam. Ia tak lagi berteriak lantang. Hanya detiknya saja yang berdetak menandakan bahwa ia masih bernyawa.

"Sudah, kau diam saja. Jangan sampai Tuan Jenkins melemparmu keluar jendela seperti yang ia lakukan pada saudaramu. Ssst....diam saja," Selimut berbisik lirih pada Jam Beker yang tergeletak tak berdaya di lantai kamar. Ia pun kembali memeluk erat tubuh Tuan Jenkins hingga keduanya kembali terbuai dalam mimpi.

Jam Beker terkapar di lantai yang kasar. Penuh debu dan remah remah sisa makanan. Di pandangnya mentari yang menyapanya lewat celah jendela. Ia hanya tersenyum kecut membalasnya. Lagi-lagi Tuan Jenkins mengabaikannya.

(Bersambung)



Kalasan, 17 Maret 2017
#johanaocta
Instagram : @jo_dan_kata

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dongeng : Rahasia Hati Yupitra

Sebuah Cerita : Tentang Sebuah Cinta

Dongeng : Ketika Matahari dan Bulan Saling Mencintai