Renungan : Kisah Sepasang Payung


No matter how much better others’ things may seem
they all have their faults.”
(Dong Il, dalam Reply 1988)


          Sepasang suami istri pergi makan di suatu tempat kedai mie ketika hujan deras. Masing-masing membawa payung sendiri berwarna hitam. Di kedai mie tersebut telah disediakan tempat untuk menaruh payung bagi para pengunjung kedai. Pada tembok tepat di mana tempat payung itu diletakkan ada tulisan “Pastikan bahwa Anda tidak salah mengambil payung milik orang lain sebagai milik Anda”. Sepasang suami istri itu pun meletakkan payung mereka di sana.
Ketika mereka menikmati hidangan mie, sang istri melihat bahwa suaminya terkesan tidak peduli padanya, bahkan memesankan ia olahan mie yang tidak ia sukai. Ia pun merasa kesal pada suami dan berkata bahwa ia tidak suka olahan mie yang dipesan suaminya itu. Sang suami pun meralat pesanannya. Selesai makan, sang istri kembali memperhatikan bahwa sang suami melakukan aktifitas yang sebenarnya tidak ia sukai, yaitu mengorek-korek sisa makanan di giginya dengan tusuk gigi tanpa menutup mulutnya.
Sang istri lalu membandingkan dengan suami tetangganya yang bersikap santun, perhatian kepada istrinya, dan sering memberi kejutan ketika istrinya berulang tahun. Sang istri merasa seandainya saja suaminya seperti suami tetangganya itu.
          Selesai makan ketika akan mengambil payungnya, sang istri melihat bahwa payung hitam yang ia bawa tadi tidak ada di tempatnya. Sementara suaminya sudah lebih dulu keluar dari kedai mie itu dengan payung hitamnya sendiri. Sang istri merasa kesal, ia berkata dalam hatinya, “Arrgh...biarpun aku tidak bisa menukar suami, tapi aku masih boleh menukar payung, kan?
Akhirnya karena waktu sudah semakin malam, ia mengambil satu payung yang paling bagus yang ada di sana. Payung itu berwarna biru dengan motif bunga-bunga. Ia pun keluar dari kedai itu, lalu mengembangkan payungnya. Ternyata payung yang tampaknya indah itu, sobek di bagian dalam, sehingga ia tidak bisa menggunakannya. Ia semakin kesal. Ketika itu ia melihat suami berdiri di depannya dan berkata padanya, “Tidak peduli seberapa baik milik orang lain itu terlihat, mereka memiliki kekurangannya masing-masing.”  
Sang istri tersenyum mendengar perkataan suaminya dan tersadar akan kesalahannya membanding-bandingkan suaminya dengan suami tetangganya. Mereka pun pulang ke rumah bersama-sama dalam satu payung sambil bergandengan tangan.
          Terkadang kita selalu melihat bahwa milik orang lain selalu lebih indah dan baik dari pada apa yang kita miliki. Lalu timbul penyesalan dan iri hati dalam diri kita, mengapa kita tidak memiliki hal itu. Padahal masing-masing dari kita sudah menerima porsinya sendiri-sendiri.
Mungkin pasangan orang terlihat lebih baik dari pada pasangan kita, namun apakah mereka juga merasakan bahagia yang sama dengan yang kita dapatkan dari pasangan kita?
Mungkin orang lain memiliki rumah yang lebih indah dan mewah dari pada rumah yang kita miliki, tapi apakah para penghuninya juga merasakan kebahagiaan yang sama dengan kita yang hanya memiliki rumah sederhana?
Mungkin orang lain memiliki anak yang pandai dibandingkan dengan anak kita, tapi apakah anaknya juga rajin beribadah dan penurut seperti anak kita?
Jawabannya belum tentu. Siapa tahu mereka justru iri dengan keadaan yang kita miliki.
Karena itu selalu bersyukurlah untuk apa yang kita miliki dan berterima kasihlah karena kita sudah menerimanya. Apa yang sudah diberikan Tuhan pada kita adalah yang terbaik untuk kita. Mungkin itu bukan yang kita inginkan, tapi pasti yang kita butuhkan.
Tidak selamanya yang indah itu baik, namun yang baik itu akan selalu tampak indah.

Selamat mengucap syukur!




Kalasan, 22 Januari 2016



NB. Tulisan ini terinspirasi salah satu scene dalam drama Korea “Reply 1988”
        episode 4.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dongeng : Rahasia Hati Yupitra

Sebuah Cerita : Tentang Sebuah Cinta

Dongeng : Ketika Matahari dan Bulan Saling Mencintai