Dongeng : Agenor di Negeri Liliput
Agenor kebingungan. Pagi ini dia
terbangun dari tidurnya dalam sebuah pondok di tengah hutan belantara yang tak
dikenalnya. Ia sangat ketakutan ketika keluar dari pondok itu dan yang
dilihatnya hanyalah pohon-pohon besar dengan sulur-sulurnya yang menjuntai ke
bawah. Agenor ingin menangis, tapi dia malu karena sedari kecil dia diajari
bahwa laki-laki tidak boleh menangis. Agenor kemudian teringat bahwa malam
sebelumnya ia bertengkar dengan ayahnya. Ayahnya memarahi dia karena dia lupa
mencari kayu bakar karena keasyikan bermain dengan teman-temannya. Akibat dari
kelalaiannya, tungku pemanas di rumah mereka tidak bisa menyala lama sebab
kekurangan kayu bakar. Padahal adiknya, Carolos, sedang sakit demam. Karena hal
itu, demamnya bertambah buruk. Ayahnya memarahi dia dan menyuruhnya untuk pergi
ke hutan sekarang juga untuk mencari tambahan kayu bakar, agar tungku pemanas
di rumah mereka bisa kembali menyala. Agenor marah karena dalam cuaca sedingin
ini dia harus keluar rumah untuk mencari kayu bakar. Dia kesal karena ayahnya
selalu menyuruh dirinya bukan kedua kakaknya Baltsaros dan Calister. Namun dia
takut pada kemarahan ayahnya, sehingga dia dengan berat hati mematuhi perintah
ayahnya itu. Beruntung, dia bisa mendapatkan kayu bakar yang cukup untuk
menyalakan tungku, setidaknya untuk malam ini. Namun kemarahannya masih belum
reda, dia kemudian berpikir dalam hatinya seandainya saja dia bisa keluar dari
rumah ini, sehingga dia bisa bebas berbuat apa saja yang dia inginkan. Agenor
masuk ke dalam kamarnya, ia pun akhirnya terlelap dengan kemarahan yang masih
memuncak dalam hatinya. Dan pagi ini ketika dia terbangun di tempat yang tidak
dia kenal, dia teringat akan permohonannya kepada Dewa agar dia bisa keluar
dari rumahnya dan berbuat sekehendak hatinya. Agenor menyesal sudah memohonkan
hal itu kepada Dewa, namun ucapannya sudah tidak bisa ditarik lagi.
Agenor
keluar dari pondok itu perlahan-lahan. Dia masih was-was dan takut karena dia
tidak mengetahui di mana dia berada sekarang. Dia melangkah dengan hati-hati
dan mengarahnya pandangannya ke sekeliling. Tiba-tiba Agenor terkejut ketika di
hadapannya berdiri dua makhluk dengan tubuh pendek dan telinga yang lebar.
“Ada
xenos,” kata seorang dengan topi
berwarna biru kepada temannya yang tak bertopi namun memakai kacamata. Temannya
yang berkacamata itu hanya mengangguk tanpa bersuara.
“Maafkan
saya, tapi siapa Anda?” tanya Agenor kepada keduanya.
“Hei,
seharusnya kami yang bertanya!” jawab yang memakai topi. “Kamu siapa dan
mengapa kamu bisa berada di Negeri Liliput ini?”
“Negeri
Liliput?” tanya Agenor keheranan.
“Ya,
kamu sekarang berada di Negeri Liliput. Aku Gergeli dan ini temanku Costa. Kami
adalah liliput penghuni hutan ini,” kata makhluk pendek bertopi yang ternyata
adalah liliput bernama Gergeli.
“Namaku
Agenor, aku dari Negeri Yunani. Aku tidak tahu kenapa aku bisa berasa di sini.
Semalam aku masih ada di kamarku, namun pagi ini ketika terbangun aku sudah
berada di pondok itu,” jelas Agenor sambil menunjuk ke arah pondok kayu di
belakangnya.
“Ya.
Para xenos memang biasanya keluar
dari pondok itu,” jelas Costa si liliput
berkacamata.
“Xenos?” tanya Agenor kebingungan.
“Iya.
Xenos. Xenos artinya tamu atau orang asing. Manusia. Bukan liliput seperti
kami,” jelas Gergeli. “Sebaiknya sekarang kau kami bawa menemui pimpinan kami,
Egeus, supaya kamu tidak diserang oleh kawanan liliput pemburu.”
Agenor
dibawa oleh Gergeli dan Costa menemui Egeus, Pelindung Bangsa Liliput, di
istananya yang terletak di bagian selatan hutan. Istana Bangsa Liliput ini sangat besar
dan megah. Agenor tidak menyangka ada bangunan semegah ini di dalam hutan. Setelah
melewati kawanan liliput penjaga istana mereka melewati sebuah pintu besar
namun tidak terlalu tinggi yang terbuat dari kayu berukir emas berbentuk
teratai. Dan masuklah mereka ke ruangan yang luas. Semua perabot dalam ruangan
itu terbuat dari kayu dengan ukiran bunga teratai berwarna emas. Di tengah
ruang terdapat kursi besar berwarna kuning keemasan, di atasnya duduk seorang liliput
memakai jubah dengan mahkota berwarna
emas di atas kepalanya.
“Hormat
bagi Egeus, Pelindung kami,” kata Gergeli dan Costa sambil membungkukkan
badannya. Agenor mengikuti perbuatan mereka berdua.
“Ada
apa Gergeli? Siapa Xenos kau bawa menghadapku ini?” jawab Egeus dengan
suaranya yang berwibawa.
“Kami
menemukan Xenos ini di dekat pondok
tengah hutan. Dia tampaknya dikirim oleh Sang Dewa kepada kita,” jawab Gergeli.
“Perkenalkan
dirimu,” bisik Costa sambil menyikut pinggang Agenor.
“Perkenalkan
saya Agenor dari Negeri Yunani. Saya tidak tahu bagaimana saya bisa sampai di
Negeri Liliput ini. Semalam saya masih berada di rumah saya. Namun pagi ini
saya bisa bangun di dalam pondok tengah hutan di Negeri Liliput ini,” kata
Agenor dengan hormat kepada Egeus.
“Ya,
aku mengerti, Manusia. Kamu dikirim Dewa untuk datang ke Negeri Liliput ini.
Sebelum kau terbangun di pondok tengah hutan itu, apakah ada kejadian di malam
sebelumnya?” tanya Egeus pada Agenor.
Agenor
lalu menceritakan kejadian pada malam sebelum dia sampai ke Negeri Liliput.
Juga tentang keinginannya untuk pergi dari rumah dan berbuat kehendak hatinya.
Egeus mendengarkan cerita Agenor dengan penuh perhatian. Setelah Agenor selesai
bercerita, dia akhirnya mengerti mengapa Dewa mengirimkan Agenor ke Negeri
Liliput.
“Baiklah,
Manusia Agenor, aku sekarang mengerti maksud Dewa sehingga ia membiarkan engkah
datang ke Negeri kami ini,” kata Egeus.
Kemudian
Egeus memerintah kepada Gergeli, agar dia menemani Agenor selama berada di
Negeri Liliput ini. Egeus juga meminta agar Gergeli menerima Agenor untuk
tinggal di rumahnya. Gergeli mendengarkan perintah Egeus dengan seksama.
“Baiklah,
Egeus, hamba mengerti,” jawab Gergeli setelah mendengar perintah Egeus.
Mereka keluar dari Istana Egeus, dan berjalan ke rumah Gergeli. Sesuai perintah
dari Egeus, maka mulai hari ini Agenor akan tinggal bersama Gergeli. Dan ia
akan ditemani Gergeli untuk mempelajari kehidupan Bangsa Liliput di Negeri
Liliput ini.
Agenor tinggal di Negeri Liliput. Setiap hari dia diajak berkeliling Negeri Liliput
oleh Gergeli dan mengamati kehidupan para liliput di negeri ini. Para liliput
di Negeri Liliput ini bekerja setiap hari dengan rajin. Mereka tidak pernah
melalaikan tugas yang diberikan kepada mereka. Para liliput terbagi sesuai
dengan tugas mereka masing-masing. Tiap kelompok liliput memiliki seorang
pemimpin yang akan mengarahkan dan membantu mereka menyelesaikan tugas yang diberikan.
Para liliput ini bekerja sama dengan baik dan satu sama lain saling menolong.
Belum pernah sekalipun Agenor melihat liliput ini bermalas-malasan ataupun
membantah perintah ketua kelompok mereka. Agenor belajar banyak sekali. Dari kelompok
yang dipimpin Costa, Agenor belajar tentang ilmu pengetahuan. Bagaimana
melihat ramalan cuaca dari reaksi alam, bagaimana cara bercocok tanam yang
baik, dan masih banyak lagi. Dari kelompok yang dipimpin oleh Darius,
Agenor belajar tentang kesehatan dan obat-obatan herbal. Dari kelompokyang
dipimpin oleh Eusebio, Agenor belajar bagaimana cara menghargai orang lain.
Dari kelompok yang dipimpin oleh Galen, Agenor belajar cara menolong
orang lain tanpa pamrih dan tanpa diminta. Dari kelompok yang dipimpin Menelao,
Agenor belajar cara-cara berburu. Dari kelompok yang dipimpin oleh Eneas,
Agenor belajar bagaimana cara bersyukur atas apa yang sudah dikaruniakan oleh
Dewa. Dari kelompok yang dipimpin oleh Erasmus, dia belajar bagaimana cara saling mencintai antar sesama. Dari kelompok yang dipimpin oleh Evania, Agenor belajar
cara menuruti setiap perintah yang diberikan oleh orang yang lebih berkuasa
atau lebih tua asalkan itu masih wajar dan sesuai dengan keliliputan (baca :
kemanusiaan, red), dari kelompok yang
dipimpin oleh Gregor, Agenor belajar bersikap waspada dalam segala keadaan,
dan dari kelompok yang dipimpin oleh Gergeli, ia belajar bagaimana cara
mengamati keadaan sekitar sehingga bisa bersikap dan berbuat sesuai dengan
keadaan. Selama masa tinggalnya hampir 120 hari di Negeri Liliput, Agenor
mendapatkan pelajaran hidup yang sangat berharga. Dia menjadi pribadi yang
memiliki pengetahuan luas, selalu bersyukur, waspada, menghargai orang lain,
penurut, senang menolong, pandai berburu, lebih mencintai sesama, serta pandai
mengamati keadaan sekeliling. Agenor berubah menjadi pribadi yang lebih baik
dari sebelumnya.
Tepat
pada hari yang keseratus dua puluh, Agenor dibawa Gergeli menghadap Egeus
kembali.
“Agenor,
sudah 120 hari kamu tinggal dan belajar banyak hal bersama kami bangsa Liliput.
Bagaimana perasaanmu?” tanya Egeus.
“Egeus
yang terhormat, saya merasa beruntung sekali bisa tinggal dan belajar di Negeri
Liliput ini. Saya tidak menyangka saya bisa belajar banyak dari cara hidup
kalian. Saya sangat berterima kasih,” jawab Agenor.
“Agenor,
sesungguhnya Dewa memang sengaja mengirimmu ke bangsa kami untuk mengubahmu
menjadi pribadi yang lebih baik. Selama tinggal di Negeri Yunani, kamu adalah
seorang yang malas, suka membantah perintah, suka bermain, dan tidak
bertanggung jawab atas tugas dan kewajibanmu. Itulah sebabnya Dewa mengirimmu
kepada kami. Aku senang kamu bisa belajar dengan baik bersama bangsa kami.
Karena terkadang ada manusia yang dikirim kepada kami, namun mereka tidak mau
belajar, tetapi malah menjadi semakin buruk sikapnya. Kalaupun mereka bisa
berhasil belajar, mereka menjadi sombong dan tetap menganggap kami sebagai
makhluk aneh yang tak pantas dihargai. Tetapi kamu berbeda, Agenor, aku bisa
melihat perubahanmu setelah tinggal bersama kami. Oleh karena perubahan sikapmu
itu, maka Dewa memerintahkan aku untuk mengembalikan kamu ke rumahmu, kepada
keluargamu. Maka aku meminta Gergeli untuk mengantarmu menuju ke pondok tengah
hutan. Malam ini engkau tidurlah di sana, maka besok kau akan kembali ke rumah
orang tuamu, sama seperti kau dulu datang ke Negeri Liliput.”
Maka sesudah pertemuan dengan Egeus, Agenor
diantar oleh Gergeli menuju ke pondok tengah hutan. Agenor akan bermalam di
sana malam ini, agar dia bisa kembali ke rumahnya besok pagi. Sesampainya di
pondok itu, Agenor seperti merasakan de
javu. Dia jadi teringat saat dia begitu ketakukan ketika terbangun di pondok
itu.
“Agenor,
kau akan kutinggal di sini. Mungkin kita tidak akan bertemu lagi setelah ini,
atau mungkin juga kita bisa bertemu. Semua tergantung pada perintah Dewa. Tapi aku senang
bisa berkenalan denganmu dan menemanimu mempelajari kehidupan bangsa kami,”
kata Gergeli.
Agenor,
memeluk sejenak tubuh mungil Gergeli, kemudian berkata, “Gergeli, aku yang
berterimakasih padamu. Kau mengajariku banyak hal. Kau juga tak pernah bosan
menjelaskan hal-hal yang belum aku mengerti. Aku berterima kasih karena kamu
sudah setia menemaniku belajar di Negeri Liliput ini selama seratus dua puluh
hari ini. Aku tak tahu apakah kita masih bisa bertemu lagi, namun aku akan
selalu mengingatmu Gergeli.”
Mereka
berjabat tangan cukup lama. Tampak mata Gergeli sedikit berlinang. Selama
seratus dua puluh hari ini mereka memang bagaikan saudara kandung yang selalu
bersama-sama. Banyak peristiwa yang mereka alami bersama. Namun biar
bagaimanapun mereka hidup di dua dunia dan negeri yang berbeda, maka perpisahan
inipun tak bisa mereka elakkan.
“Baiklah,
Agenor, kurasa aku harus pergi sekarang. Selamat jalan, Agenor. Semoga kita
bisa bertemu lagi,” kata Gergeli sambil melepaskan genggaman tangannya, lalu
meletakan sebuah bandul berbentuk teratai yang terbuat dari kayu di atas
telapak tangan Agenor. “O, iya, terimalah ini sebagai tanda persahabatan kita.”
“Sekali
lagi terima kasih, Gergeli. Aku akan menyimpan benda ini baik-baik. Sampaikan
salamku kepada Costa, Erasmus, Darius, Galen, dan teman-teman yang lain. Aku
berterima kasih juga kepada mereka semua. Selamat tinggal, Gergeli,” jawab
Agenor.
Mereka
saling melambaikan tangan. Setelah bayangan Gergeli menghilang di sela-sela
pepohonan di hutan itu, Agenor menutup pintu pondok tengah hutan itu. Lalu dia
berjalan menuju ke pembaringan yang terletak di tengah ruangan itu. Dia pun
mulai mencoba untuk memejamkan matanya. Tak berapa lama kemudian diapun
terlelap.
Entah
berapa lama Agenor tertidur. Yang jelas dia terbangun karena suara ayahnya yang
memanggil namanya.
“Agenor!
Agenor! Bangun kamu! Cepat bersiap diri dan makan pagi. Lalu cari kayu bakar di
hutan. Ingat jangan lupa seperti kemarin,ya!” kata Papias, ayah Agenor.
Agenor
tersentak bangun. Dia sudah berada di dalam kamarnya, di atas pembaringannya. Dia
pun bergegas keluar kamar. Di ruang makan rumahnya dia melihat ayahnya,
Baltsaros, Calister, dan Carolos sedang duduk mengeliling meja makan, mereka
tampak menunggunya.
“Cepat,
Agenor! Kami sudah lapar,” teriak Baltsaros, kakak tertuanya.
Agenor
cepat-cepat menuju ke bak cuci muka di sudut dapur. Dia mencuci muka dengan
tergesa, lalu ikut duduk di meja makan bersama mereka. Mereka makan pagi
seperti biasanya.
“Agenor,
kau nanti cari kayu bakar, ya. Ingat jangan lupa seperti kemarin, ya?” kata
ayahnya.
“Kemarin,
yah? Bukannya itu kejadian seratus dua puluh hari yang lalu?” tanya Agenor
keheranan.
“Ah,
dia mimpi, Ayah! Jelas-jelas semalam kamu bertengkar dengan ayah gara-gara kamu
lupa mencari kayu bakar, kok,” jawab Calister, kakak keduanya.
“Maafkan
Ayah, ya, Agenor. Semalam ayah terlalu keras menghardik dan memarahimu, mungkin
hal itu menyakiti hatimu,” balas ayahnya.
Agenor
semakin kebingungan, jelas-jelas dia merasa bahwa selama seratus dua puluh hari
dia tinggal di Negeri Liliput, kenapa ayahnya berkata bahwa kejadian itu baru
kemarin terjadi? Bermimpikah dia? Tanpa sengaja Agenor menyentuh saku
celananya, dia merasakan ada sesuatu mengganjal di sana. Dirogohnya saku celana
dan dia menemukan sebuah bandul berbentuk teratai terbuat dari kayu. Ini cinderamata dari Gergeli. Berarti dia
tidak bermimpi tinggal di Negeri Liliput. Namun apapun itu, Agenor sudah
berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia akan menjadi manusia yang lebih baik
lagi dan akan selalu menyayangi ayah dan saudara-saudaranya. Dan dia juga sudah
berjanji untuk selalu menghormati dan mentaati perintah dari ayahnya.
“Terima
kasih teman-teman di Negeri Liliput, aku berhutang budi pada kalian,” bisik
Agenor dalam hati.
Agenor lalu bersiap-siap untuk berangkat mencari kayu bakar di hutan sesuai perintah ayahnya. Dia sudah berjanji dan kini saatnya menepati janji-janjinya.
Agenor lalu bersiap-siap untuk berangkat mencari kayu bakar di hutan sesuai perintah ayahnya. Dia sudah berjanji dan kini saatnya menepati janji-janjinya.
Kalasan,
28 Desember 2015
My
#28 gift for my December
Komentar
Posting Komentar