Hei, Aku Menua!
Pagi ini seorang wanita membuka jendela kamarnya sambil
menghirup segarnya udara yang masih perawan. Dia mengucap syukur atas segala
berkat yang diberikan Tuhan dalam hidupNya, sembari menutup buku keempat puluh
satu yang sudah selesai ditulisnya, tepat tengah malam tadi. Sebagai gantinya ia
menerima bukunya yang keempat puluh dua dari Sang Pemberi Kehidupan. Pagi ini
dia mulai membuka lembaran baru bukunya itu, dia siap untuk menuliskan kisahnya
selama 366 hari ke depan.
Wanita ini dilahirkan di Kota Metropolitan pada tanggal 18
Desember 1973. Ya, tepat empat puluh dua tahun yang lalu. Dia dilahirkan pada
usia kandungan sang bunda yang belum genap 9 bulan 10 hari, atau sekitar bulan
ketujuh kehamilan sang bunda.
Dia lahir pada suatu pagi yang dingin di musim hujan. Berat badannya masih kurang saat itu, mungkin hanya sekitar 2 kg lebih sedikit. Karena tubuhnya yang begitu kecil saat dia dilahirkan, hingga dia berumur satu bulan, sang bunda tidak berani memandikannya. Sang bunda hanya menyeka kulitnya dengan air hangat, dengan gerakan yang sangat berhati-hati karena beliau takut melukai tubuh putrinya yang mungil.
Dia lahir pada suatu pagi yang dingin di musim hujan. Berat badannya masih kurang saat itu, mungkin hanya sekitar 2 kg lebih sedikit. Karena tubuhnya yang begitu kecil saat dia dilahirkan, hingga dia berumur satu bulan, sang bunda tidak berani memandikannya. Sang bunda hanya menyeka kulitnya dengan air hangat, dengan gerakan yang sangat berhati-hati karena beliau takut melukai tubuh putrinya yang mungil.
Sejak dari kecil, wanita ini tidak mempunyai tubuh sekuat
anak seusianya. Dia sering sakit-sakitan. Bahkan akibat sakit yang dia derita
sejak masih kecil, salah satu telinganya kurang bisa mendengar dengan baik.
Ketika dia duduk di bangku sekolah pun, tubuhnya tidak terlalu sehat. Dia
sering pingsan jika terlalu lama berada di bawah terik matahari, atau berada di
keramaian. Akibatnya, dia banyak mendapat kompensasi dari sekolah karena
kondisi tubuhnya yang lemah.
Kemudian dia menjadi gadis remaja. Dia mulai mengenal rasa
suka terhadap lawan jenis. Dia yang tampaknya begitu ceria dan cenderung
terbuka, sesungguhnya mempunyai rasa minder atas kondisi fisik yang dia miliki.
Dia yang terlihat begitu terbuka sesungguhnya sangat menutup dirinya. Pengalamannya
dalam mengenal lawan jenisnya terkadang membuat dia merasa bahwa hanya yang
indah yang disukai. Beruntung suatu hal yang terjadi dalam hidupnya membuat dia
kembali mempunyai rasa percaya pada dirinya. Dan hal itu membuat dia merasa
berharga.
Ketika usianya hampir mendekati dua puluh delapan tahun,
dia menikah. Namun dari pernikahannya ini dia belum juga mendapatkan buah hati
yang dia impikan. Dia semula hampir menyerah, setelah segala usaha yang dia
lakukan untuk mendapatkannya. Namun akhirnya dia kembali memupuk harapan.
Karena sesungguhnya di dalam hatinya ada satu kerinduan yang teramat besar,
agar Tuhan berkenan memberikan buah hati yang dia idam-idamkan itu. Saat ini,
dia hanya bisa pasrah menyerahkan semuanya kepada Tuhan. Dia yakin bahwa apa
yang terjadi dan diberikan Tuhan dalam hidupNya adalah yang terbaik, walau
terkadang bukan yang dia inginkan.
Pagi ini, wanita yang hari ini genap berusia empat puluh
dua tahun itu, siap menuliskan kisahnya pada lembaran pertama buku keempat
puluh dua miliknya. Dia tidak tahu apa yang akan dia tulis di sana. Mungkin
sebuah puisi tentang rindu, mungkin sebuah cerita humor yang lucu, mungkin juga
kisah haru yang menciptakan air mata, atau mungkin sebuah kisah bahagia yang
akan membuatnya tersenyum. Dia tidak tahu. Yang dia tahu bahwa apapun yang akan
dia tulis di buku keempat puluh duanya itu, adalah yang terbaik yang
dianugerahkan Tuhan untuknya.
Sementara dia mulai membuka lembaran pertama buku keempat
puluh duanya, sebuah kalimat terbersit
dalam benaknya, “Hei, aku menua!”
Kalasan, 18 Desember
2015
My
#18 gift for my December.
Komentar
Posting Komentar